
Pagi yang cerah di Citalahap sebuah kampung kecil di kaki gunung Halimun Sukabumi Jawa Barat, sinar matahari mulai menembus jejeran batang pepohonan menyinari seluruh isi alamnya.
“Huammmmm… indah sekali pagi ini, ingin rasanya aku cepat terbang untuk menikmatinya”, ungkap Bonar.
“ Selamat pagi Bonar “, sapa Kumu dari bawah pohon yang rindang.
“ Selamat pagi juga Kumu”, balas bonar. “Hari ini begitu indah ya, kamu merasakannyakan?”,
tanya kumu
“Iya… sudah lama aku merindukan suasana seperti ini, ingin rasanya aku cepat-cepat bermain”, balas Bonar.
“Kalo begitu yuk kita bermain?”, ajak Kumu.
“ Yuk, tapi aku harus menunggu ibuku dulu ya karena aku harus minta izin”, rayu Bonar
“ Ok deh kalo begitu, aku menunggumu di tempat biasa kita bermain ya”, balas Kumu. Dan Bonar pun mengangguk setuju.
Setelah menunggu sekian lama, akhirnya Ibu Bonar datang dengan membawa beberapa buah tuk makan pagi ini bagi Bonar
“Selamat pagi Bonar”, sapa Ibu Bonar.
“Selamat pagi ibu”, balas Bonar
“Ini Ibu bawakan makan pagi untukmu”, bisik Ibu Bonar
“Terima kasih Ibu”, jawab Bonar.
Setelah Ibu Bonar memberikan makan pagi, Bonar pun menikmatinya hingga akhirnya Bonar meminta ijin tuk bermain dengan kumu di sekitar hutan kecil dekat sarangnya.
“Ibu, boleh kah aku bermain dengan Kumu”, rayu Bonar
“Kamu mau bermain dimana dengan Kumu Bonar?’ Tanya Ibu Bonar.
“Aku akan bermain di sungai sekitar hutan dekat sarang kita Ibu”,balas Bonar.
“Boleh kamu bermain, tetapi jangan jauh-jauh ya, dan jangan pula kamu mengganggu teman-teman yang lain di hutan sana”, balas Ibu Bonar.
“iya Ibu… Bonar akan menjaga amanat Ibu, terima kasih Ibu”, dengan bersemangat Bonar menjawab.
“ Ibu aku pergi bermain dulu ya”, izin Bonar pada Ibunya.
“ Hati-hati bonar”, balas Ibu Bonar
“ Baik Ibu”, jawab Bonar.
Bonar pun pergi meninggalkan sarangnya tuk menghampiri Kumu yang telah menunggunya.
Ditempat Kumu menunggu suasana terlihat ceria, terlihat hamparan bunga berwarna warni menghiasinya, air sungai jernih mengalir perciknya membasahi bebatuan dan daun-daun disekitarnya.
Kumu tidak sendiri disana ternyata dia sedang bermain dengan Kepik.
“Halo Kepik, bagaimana pagi mu?” tanya Kumu
“ Halo juga Kumu, pagiku begitu indah, lihatlah semua bunga menggodaku tuk ku hampiri”, balas Kepik.
“Iya kepik, aku juga merasa senang karena pagi ini aku dapat bermain, dan sekarang aku sedang menunggu Bonar”, jawab Kumu lagi.
“Ha! Bonar? Aduh kalau begitu aku pulang saja”, balas Kepik sambil ketakutan.
“ Tenang Kepik, Bonar tidak akan mengganggu”, jawab Kumu.
“ Ah aku ngga percaya, yang namanya Bonar tetap saja pasti nakal dan senangnya hanya membuat aku gelisah”, balas Kepik.
“Percayalah pada ku Kepik, dan aku berjanji pada mu kalau Bonar tidak akan mengganggu, percayalah Kepik”, jawab Kumu.
“Ok aku percaya pada mu Kumu, tapi kalo Bonar membuat ulah aku akan memusuhi mu seumur hidup”, balas Kepik.
“Siap Kepik”, jawab Kumu sambil tersenyum.
Dalam suasana hutan yang cerah tiba tiba dating kegaduhan. Bonar datang menghampiri Kumu dan Kepik yang berada di pinggir sungai. Tanpa basa basi Bonar langsung membasihi dirinya, sambil bermain memercikan air dari sayapnya hingga membuat kepik merasa terngganggu.
“Halo kawan-kawan aku datang”, teriak Bonar sambil mengaggetkan kawan-kawannya
“Aduh badanku nanti basah Bonar”, teriak Kepik.
“Maaf Kepik, aku terlalu bergembira pagi ini dan sudah lama aku tidak menikmati segarnya air sungai ini, jawab Bonar.
“Gembira sih boleh Bonar, tapi jangan mengganggu yang lain dong”, sedikit emosi Kepik membalas.
“Iya deh Kepik begitu aja kok marah sih”, balas Bonar.
“Aku ngga marah kok, aku cuma ngga mau badanku basah aja”, timpal Kepik
“Ok deh kalo begitu biar aku sendiri aja yang main di air”, balas Bonar.
“Ayo Kumu kamu mau menemani ku bermain di air?” tanya bonar.
“Tentu dong… justru ini yang ku tunggu-tunggu”, jawab Kumu.
Dan akhrinya Bonar dan Kumu pun bermain di air sungai tersebut sementara Kepik tetap menikmati manisnya madu hutan pada bunga bunga liar tersebut.
Tanpa terasa matahari telah berada tepat di atas kepala, menandakan waktu bermain Bonar sudah harus selesai…Ayah dan Ibu Bonar gelisah menanti Bonar yang tak kunjung tiba di dahan didepan sarangnya.
“Ibu, kemana Bonar bermain?” tanya ayah Bonar
“Kok sampai siang ini dia belum juga pulang?” tanya Ayah Bonar lagi.
“Iya Ayah… tadi pagi Bonar minta izin tuk bermain di sekitar sungai dekat hutan”, jawab Ibu Bonar.
“O ya kalo begitu kita tunggu sebentar lagi saja ya”, balas Ayah Bonar
Setelah ditunggu-tunggu Bonar juga belum tiba di sarangya, hingga membuat Ayah dan Ibu Bonar semakin gelisah.
“Ibu sepertinya Ayah harus mencari Bonar dihutan sana”, ungkap Ayah Bonar
“Iya Ayah perasaan Ibu semakin tidak enak, jangan-jangan anak kita tersesat di hutan”, jawab Ibu Bonar semakin gelisah
“kalo begitu Ayah berangkat sekarang”, jawab Ayah Bonar
“Hati-hati Ayah”, balas Ibu Bonar.
Akhirnya Ayah Bonar pun pergi meninggalkan sarangnya tuk mencari Bonar.
Dengan lincah Ayah Bonar terbang disekitar hutan tempat biasa Bonar bermain, begitu cekatan Ayah Bonar hinggap dari dahan pohon satu ke dahan pohon yang lain tuk menemukan anaknya.
Dalam perjalanan mencari anaknya Ayah Bonar bertemu dengan Dacky si landak yang baik hati.
“Halo Dacky apakah kamu melihat Bonar?” tanya ayah Bonar.
“Halo juga Ayah Bonar”, jawab Dacky.
“Rasanya aku tidak melihat Bonar disini”, lanjut Dacky bercerita.
“Terima kasih Dacky, kalo begitu aku cari ditempat yang lain ya”, balas Ayah Bonar.
“Baik Ayah Bonar”,jawab Dacky
Ayah Bonar akhirnya melanjutkan pencariannya ke pinggir sungai tempat biasa Bonar bermain dan berharap bertemu Bonar ada di sana.
Setelah Ayah Bonar tiba di pinggir sungai dekat hutan tersebut, Ayah Bonar juga belum menemukannya. Dengan sedikit berteriak Ayah Bonar memanggil nama anaknya.
“Bonar…” teriak Ayah Bonar
“Bonar…dimana kamu nak?” teriak lagi Ayah Bonar.
“Bonar… Bonar…Bonar…kamu dengar nak?” semakin gelisah Ayah Bonar berteriak.
Hari mulai gelap, Ayah Bonar semakin gelisah karena belum menemukan anaknya dan terpaksa harus pulang kesarang tanpa hasil.
Sesampai di sarang, Ibu Bonar sudah menunggu dengan gelisah.
“Bagaimana Ayah apakah menemukan Bonar?” tanya Ibu Bonar.
“Maaf Ibu… Ayah belum menemukan Bonar”, jawab Ayah Bonar.
“Ayah sudah berkeliling di sekitar sungai dekat hutan dan Ayah juga tidak menemukan Bonar”,lanjut Ayah Bonar.
“Kemana ya… anak kita Bonar Ayah?” semakin gelisah Ibu Bonar bertanya.
“Ayah juga belum tau kemana Bonar bermain Ibu”, jawab Ayah Bonar
“Tadi di hutan Ayah bertemu dengan Dacky dan Ayah menanyakan Bonar pada Dacky
tetapi dacky pun tidak melihatnya”, jawab Ayah Bonar lagi.
“huuu uuu uu”, Ibu Bonar mulai menangis.
“Tenang Ibu jangan menangis”, rayu Ayah Bonar.
“Hari sudah malam Ayah dan Bonar belum juga pulang, Ibu semakin takut Bonar semakin tidak bisa kembali”, sambil menangis Ibu Bonar membalas.
Sambil memeluk Ibu Bonar Ayah Bonar menenangkan Ibu Bonar supaya tabah menghadapi masalah hari ini.
Hari semakin gelap sambil menunggu Bonar, Ayah dan Ibu Bonar semakin gelisah menanti, tiba-tiba dari bawah sarang terdengar suara ada yang memanggil Ayah Bonar.
Dengan rasa kaget Ayah dan Ibu Bonar menghampiri suara itu.
“Selamat malam Ayah dan Ibu Bonar”, terdengar suara dari bawah sarang.
“Selamat malam juga siapa dibawah ya”, balas Ayah Bonar.
“Kami Ayah dan Ibu Kumu”, balas suara dari bawah sarang.
“O ya sebentar kami akan turun”, balas Ayah Bonar.
Setelah Ayah dan Ibu Bonar turun, Ayah dan Ibu Kumu menanyakan keberadaan kumu kepada mereka.
“Pak Bonar apakah melihat Kumu?”, tanya Ayah Kumu.
“Lho ada apa dengan Kumu”, Balas Ayah Bonar.
“Tadi pagi Kumu bermain dan hingga malam ini dia belum pulang, tidak biasanya Kumu seperti ini”, ungkap Ayah Kumu.
“Apakah Bonar sudah ada dirumah?”, Ibu Kumu bertanya kembali.
Ayah dan Ibu Bonar saling melihat, mereka juga terkejut mendengarkan kabar dari Ayah dan Ibu Kumu.
“Sampai saat ini Bonar juga belum kembali Ibu Kumu”, Ibu Bonar menjawab.
“Kami juga tidak tahu Bonar kemana”, timpal Ayah Bonar.
“Tadi siang Ayah Bonar sudah mencari disekitar tempat biasa mereka bermain dan hingga kini juga belum menemukannya”, cerita Ibu Bonar.
“O ya?” balas Ibu Kumu.
“Kalau begitu berarti Kumu dan Bonar juga belum pulang ya?” tanya ayah Kumu
“Kemana mereka bermain ya?”, Ayah Kumu lanjutkan pertanyaannya.
“Kami juga tidak tahu”, Jawab Ayah Bonar.
“Waduh kalau begitu apakah mereka tersesat di hutan? Tanya Ibu Kumu lagi.
“Kami juga tidak tahu”, jawab Ibu Bonar.
Karena Ayah dan Ibu Bonar juga tidak mengetahuinya maka Ayah dan Ibu Kumu pun akhirnya membuat rencana mencari anak-anak mereka esok pagi dan setelah rencana di sepakati Ayah dan Ibu Kumu pun meminta izin untuk pulang.
Pagi telah tiba, matahari menyambut tersenyum di ufuk timur, pepohonan hutan senang menyambutnya. Sambil bersiap-siap Ayah Bonar menunggu Ayah Kumu untuk melakukan rencana tadi malam mencari anak-akan mereka.
“Selamat pagi Pak Bonar”, sapa Ayah Kumu.
“Selamat pagi juga Pak Kumu”, balas Ayah Bonar.
“Sudah siapkah kita mencari Bonar dan Kumu?” tanya Ayah Kumu.
“Ya… saya sudah siap”, balas Ayah Bonar.
“Ok kalau begitu mari kita berangkat”, ajak Ayah Kumu.
Di dalam hutan rimba yang lebat, suasana begitu mencekam. Tampak Bonar dan Kumu sedang bersusah payah tuk menyelamatkan dirinya dari derasnya air sungai yang menyeret mereka jauh dari tempat awal mereka bermain.
“Cepat tolong aku kumu”, teriak Bonar.
“Iya Bonar aku akan menolong mu”, jawab Kumu
“Tapi bagaimana caranya aku menolongmu”, lanjut Kumu menjawab.
“Cepatlah Kumu aku sudah tak tahan menahan tubuhku dari derasnya air ini”, sahut Bonar.
“Sabar Bonar aku akan mencari dahan pohon tuk menyangga mu”, balas Kumu.
Tanpa basa-basi Kumu mencari patahan dahan tuk menyelamatkan Bonar, dan Bonarpun semakin terseret jauh, sementara Kepik semakin panik,
“Tahan ya Bonar… aku akan ke desa tuk mencari bantuan”, teriak Kepik.
“Cepat Kepik panggil orang tuaku, kabarkan ke mereka aku terseret arus sungai”, balas Kepik.
“Baik Bonar… aku pergi dulu”, lanjut Kepik.
Kepik pun dengan cepat terbang meninggalkan Bonar yang sudah kepayahan menahan derasnya air sungai dan semakin terseret arus.
“Bonar…kau lihat batang pohon itu?”, lekaslah kau naik di batang itu”, teriak Kumu
“Aku melihatnya Kumu, Tapi gimana badanku sudah basah semua, aku tak bisa bergerak kemana-mana selain mengikuti air ini”, balas Bonar.
“Baik aku akan melemparkan dahan ini ke arahmu”, sahut Kumu
“Cepat Kumu”, balas Bonar.
“Sudah Bonar…lihat dahan itu akan menghampirimu”,Kumu berteriak kembali.
“Uuuuah….uuuah….uuuaah…”, Bonar berusaha meraih dahan yang di lemparkan Kumu.
“Ayo Bonar…kamu Bisa”, teriak Kumu
“Ayo Bonar sedikit lagi”, Kumu memberi semangat.
Tiba-tiba Bonar sudah tidak terlihat dari pandangan Kumu… Bonarpun tenggelam.
Sambil terbang tergesa-gesa hingga di pinggir hutan Kepik berteriak-teriak supaya ada yang mendengarkan teriakkannya.
“Tolong…tolong…Bonar terseret arus sungai”, teriak Kepik.
“Tolong…tolong…ada yang mendengar”,teriak Kepik lagi.
“Tolong….tolong”, Kepik tetap berteriak.
Sekian lama Kepik terbang dan berteriak-teriak mencari bantuan, tiba-tiba Kepik dikagetkan dengan datangnya seekor burung besar.
“Ada apa Kepik?”, Tanya Om Zetus. Elang Penunggu hutan Halimun.
“Tolong Om Zetus, Bonar Terseret arus di sungai”, jawab Kepik
“Dimana sekarang Bonar Berada?”, tanya Om Zetus.
“Di….sana…di sana… di sungai dalam hutan, jawab Kepik.
“Baik Om Zetus”, jawab Kepik
Om Zetus membawa Kepik naik kepundaknya dan terbang dengan gagah tuk menghampiri Bonar dan Kumu yang sedang berjuang menyelamatkan dirinya dari derasnya arus sungai Cikaniki.
“Dimana Bonar terseret Kepik?, tanya Om Zetus.
“Disana Om…didepan kita”, jawab Kepik.
“Pegang erat-erat aku akan mendarat”, teriak om Zetus.
“Cepat Om”, jawab Kepik bersemangat.
Dengan lincah Om Zetus turun menukik menghampiri lokasi Bonar terseret arus.
Namun Kepik dan Om Zetus tak melihat Bonar.
“Itu Kumu Om…Itu Kumu”,teriak Kepik.
“Mana Bonarnya?”, tanya Om Zetus.
“Tadi Kumu bersama Bonar Om…”, jawab Kepik.
“Baiklah Kepik…yuk kita tanya Kumu”, balas Om Zetus.
Om Zetus dan Kepik tergesa-gesa menghampiri Kumu yang terlihat sedang menangis.
“huuuu uuuu uuu Bonar…Bonar”, Kumu menangis.
“Mana Bonar”, tanya Om Zetus.
“Bonar sudah tenggelam Om”, jawab Kumu.
“Ha ?’, dimana Bonar tenggelam?”, tanya Om Zetus
“Di..di..di sana Om”, tunjuk Kumu.
“Oke Om Zetus akan mencarinya”,dengan cetakan Om Zetus menghampiri lokasi bonar tenggelam.
“Bonar…Bonar…kamu mendengar?”, teriak Om Zetus.
“Bonar…Bonar…”, Kepik membantu Om Zetus berteriak.
Setelah sekian lama Om Zetus mencari akhirnya melihat seonggok benda hitam yang tersangkut di antara batang pohon dan batu.
“Itu Bonar!!!”, teriak Om Zetus.
“Bonar…Bonar…apakah kau mendengar?”, teriak Om Zetus.
Om Zetus menghampiri Bonar yang terlihat sudah tak bergerak, Kumu dan Kepik pun mengikutinya sambil menangis. Dengan perkasa Om Zetus membawa Bonar ke pinggir sungai dan dengan keahliannya Om Zetus memeriksa tubuh Bonar yang sudah tak berdaya. Sementara Kumu dan Kepik menangis menahan kesedihan.
“Om Zetus, apakah Bonar masih Hidup?”, tanya Kumu sambil menangis
“Iya Om Zetus apakah Bonar masih bisa bertahan?”,timpal Kepik yang juga menangis sedih.
“Tenang anak-anak Om Zetus berusaha menyelamatkan Bonar”,jawab Om Zetus.
Dengan menekankan dada Bonar berkali-kali dan secara hati-hati Om Zetus terus berusaha menyelamatkan Bonar. Tiba-tiba Bonar memuntahkan air dari mulutnya.
“Hoooak…Hoooak”, terlihat air keluar dari mulut Bonar.
“Hoooak…Hooaak Hoooak”, air masih keluar dalam tubuh Bonar.
“Uhuk…Uhuk…uhuk”, Bonar terbatuk dan sepertinya mulai sadar
“Aku dimana? Aku dimana?”, Bonar bertanya-tanya.
“Kamu di sungai Cikaniki Bonar”,jawab Om Zetus
“Kenapa aku disungai ini?”, tanya Bonar Lagi.
“Kamu terseret arus dan kamu tenggelam Bonar”, jawab Kumu dan Kepik bersemangat.
Dari kejauhan terdengar suara memanggil-manggil Bonar dan Kumu.
“Bonar…Kumu…Bonar…Kumu”,terdengar suara panggilan.
“Kumu…Bonar…Kumu Bonar dimana kalian”, balas suara panggilan.
“Disini Ayah”, balas Kumu berteriak.
Ayah kumu dan Ayah Bonar akhirnya menghapiri anak-anak mereka dengan rasa rindu Ayah Bonar dan Ayah Kumu memeluk anak-anak mereka.
“Apa yang terjadi anak-anak?”, tanya ayah Bonar.
“Maaf Ayah Bonar, anak Anda terseret arus”,jawab Kepik.
“Siapa yang menyelamatkan Bonar?”, tanya ayah Kumu.
“Om Zetus ayah”, balas Kumu menjawab
“Benar Ayah Bonar tadi aku berusaha menyelamatkan Bonar yang sudah terseret arus dan tenggelam, dan untunglah anak Anda masih dapat diselamatkan.
“Terima Kasih Pak Zetus”, Ayah Bonar memberikan ungkapan terima kasihnya.
“Sama-sama Pak Bonar”, balas Om Zetus.
Setelah penyelamatan itu, beriringan mereka membawa Bonar yang terlihat lemas bersama-sama kembali kerumah, dengan rasa cemas Ibu Bonar dan Ibu Kumu menunggu anak-anak mereka.
“Apa yang terjadi terhadap anak kita ya bu Bona?” tanya Ibu Kumu.
“Saya juga tidak tahu Bu Kumu, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa pada anak kita”, balas Ibu Bonar.
“Mudah-mudahan saja ya Bu”, Ibu Kumu berharap anaknya kembali dengan cemas.
“Ya, saya berharap anak-anak kita dapat kembali dan berkumpul lagi bersama”, Ibu Bonar sedikit menyenangkan diri.
“Baiklah Bu Bonar kalo begitu kita tunggu saja kabar anak-anak kita ya?”, dan saya mohon pamit tuk menunggu Kumu di rumah saja”, pamit Ibu Kumu sambil meninggalkan Ibu Bonar.
Sambil menunggu Ibu Bonar terlihat cemas.
Dalam perjalanan pulang tidak henti-hentinya Ayah Bonar menasehati Bonar, walau masih terasa lemas Bonar menerima kemarahan Ayahnya. Juga Ayah Kumu tampaknya ikut menasehati anaknya di iringi Kepik dan Om Zetus.
Akhirnya mereka tiba dirumah Bonar, terlihat Ibu Bonar menunggu.
“Ibu…”,teriak Bonar
Bonar menghampiri Ibunya.
“Maafkan Bonar Ibu, Bonar telah membuat Ibu gelisah”,sapa Bonar sambil memeluk Ibunya.
“Bonar menyesal telah menyusahkan Ayah dan Ibu”, sambil menangis Bonar berkata.
“Ibu memaafkan mu nak, makanya kalo bermain jangan terlalu jauh”,Ibu Bonar menasehati.
“Ayah maafkan Bonar Juga ya?”, Bonar meringik memohon maaf
“Bonar ngga akan buat Ayah susah lagi, Bonar berjanji Ayah”, sambil memohon Bonar meminta maaf.
“Ayah memaafkanmu nak, dan kamu harus menepati janjimu untuk tidak membuat Ayah dan Ibu gelisah ya?”, Ayah Bonar berkata.
“Iya Ayah Bonar berjanji”, Balas Bonar.
Dan akhirnya mereka saling berpelukan bergembira menyambut kemenangan hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar